At-Tahwil
بسم الله الرحمن الرحيم
Preface, Prolog, Pembukaan
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله سيدنا ومولانا محمد صلى الله عليه وسلّم، أمّا بعد . . .
Kajian Ilmu Hadits, adalah sebuah kajian yang mempelajari diri nabi (dzatiyat ar-rasul) dari perkataan, perbuatan, maupun taqrir nabi, berupa sifat dan ketetetapan nabi yang diriwayatkan secara teliti. Juga dalam Ilmu Hadits ada yang dinamakan Ilmu Riwayah, sebagaimana kita ketahui pokus pembahasan Ilmu Hadits Riwayah penekanan pembahasannya adalah matan yang diriwayatkan itu sendiri, karena memang perkataan dan perbuatan rasul itu sendiri tertulis dalam matan Hadits. Namun matan ini tidak mungkin muncul dengan sendirinya tanpa ada sanad, bahkan sebahagian ulama mengatakan bahwa rukun Hadits itu terdiri dari sanad dan matan. Dalam pengkajian sanad dalam Ilmu Hadits dinamakan Ilmu Hadits Riwayah, sebagai contoh, jika ada redaksi sebuah Hadits tertuliskan matannya saja tanpa sanad, maka ini bukanlah Hadis namanya, bahkan menurut para Muhaddisin dan merupakan kesepakatan bersama bahwa yang demikian tidaklah dinamakan Hadis Shahih namanya, atau Hadis yang dapat dan sah diterima bahkan diamalkan.
Dalam menguak misteri sanad dalam pembahasan at-Tahwil, merupakan sebuah kesepakatan para muhadditsin dalam Hal penulisan Hadis seperti yang telah kita lihat sekarang. Tak begitu saja Hadits-hadits nabi tertulis diatas kertas dan dikumpulkan sehingga menjadi sebuah kitab. Dari keterangan yang tertulis dalam beberapa kita, diawali dari perbedaan persepsi dan pertentangan para Ulama dan Muhadditsin dalam menyoal penulisan Hadis sehingga dapat dibukukan, seperti yang ada ditengah-tengah kita, sebagai contoh kitab al-Jami’ as-Shahih yang ditulis oleh Imam Bukhari, serta mengikuti darinya kitab al-Jami’ as-Shahih yang ditulis oleh Imam Muslim, terlebih dalam kitab ini, terdapat dalam periwayatannya tahwil. Maka dari sinilah dimulai pembahasan dalam penulisan Hadis, baik matan maupun sanad yang menyertainya.
Dari para Muhaddisin lahirlah beberapa istilah-istilah, tekait dengan pemabahasan yang menjadikan objek dalam penulisannya, salah satunya istilah at-Tahwil yang merupakan salah satu dari istilah dalam penulisan sanad dalam satu matan Hadits.
Terakhir dalam kata pembuka ini, dengan segala keterbatasan, tidak lepas dari kekurangan, tetapi penulis selalu berusaha semaksimal mungkin untuk meminimalisair kekurangan-kekurangan tersebut. Oleh karena itu, sangat diharapkan kritik dan saran dari para pembaca tentunya bapak pembimbing Ustadz Andi Rahman, Lc, MA. dari sahabat dan sahabati sekalian, dengan segenap doa semoga ilmu yang kita pelajari ini mmenhadirkan keberkahan, amin ya rabb al-‘alamin
wa shallallahu ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbih
Pembahasan.
a. Tahwil
Istilah tahwil digunakan untuk perpindahan dari sanad satu pada sanad yang lain namun dalam penulisannya, muhadditsin hanya mencukupkan dengan menulis simbol. Dalam penggunaan simbol tahwil muhaddisin berbeda dalam melambangkannya. Sebagian menggunakan simbol ح sebagian lagi menggunakan simbol خada juga yang memakai simbol صح. Meski berbeda tetapi maksudnya sama yaitu adanya perpindahan sanad. Untuk lebih jelasnya kami paparkan beberapa pendapat ulama tentang tiga simbol diatas. Pertama simbol ح (ha), Setelah diteliti kami menemukankan ada enam pendapat ulama mengenai akar kata dari simbol ini. Yaitu;
1. Pendapat al-Nawawi, beliau mengatakan ha ini terambil dari akar kata al-tahawwul dari fiil madli tahawwala – yatahawwalu - tahawwulan yang memiliki makna berpindah.
2. Ha ini terambil dari akar kata at-tahwil yaitu derivasi dari hawwala yuhawwilu tahwilan yang artinya memindahkan (dari sanad satu pada sanad yang lain).
3. Ha terambil dari isim fail “haail” atau masdar “haylulah” yaitu derivasi dari haala yahulu haylulatan fahuwa haailun artinya yang menghalangi (antara dua sanad).
4. Ha sebagai simbol yang ditujukan untuk kata al-hadis karena ketika pembaca hadis memotong sanad hadis yang pertama seakan-akan dia berkata: al-hadis al-madzkur…
5. Ha sebagai bentuk penyederhanaan dari kata al-hajiz artinya yang menghadang.
6. Ha merupakan potongan dari kata sohha yang dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa sanad yang kedua adalah sahih (jangan dianggap keliru atau gugur).
Kedua simbol kho, dalam hal ini ulama berbeda pandangan mengenai pengambilan huruf ini, sebagian mengatakan kho ini terambil dari kata ᾱkhor maksudnya dalam matan ini tidak hanya satu sanad tapi terdapat sanad lain, ada juga yang mengatakan terambil dari kata akhbara atau khabar.[1]
Ketiga simbol sohha, simbol ini terambil dari kata sahih untuk menunjukkan bahwa sanad yang kedua adalah sahih. Simbol inilah yang dulu sering dipakai para huffadz seperti Abu Muslim al-Laytsi, Abu Utsman al-Shabuny, Abu sa’d Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin al-Kholil sebelum populer penggunaan simbol ha. Ibnu Sholah berkata, “Sebaiknya simbol Sohha (yang telah ada pada kitab-kitab hadis) dibiarkan saja jangan dibuang agar tidak dipersepsikan sebuah matan hadis dengan sanad ini telah hilang, juga agar tidak terjadi penumpukan dua sanad yang berbeda”.[2] Mungkin karena dikhawatirkan akan dikira satu sanad.
Mengenai perbedaan penggunaan simbol ha atau kho itu berawal dari perbedaan persepsi ulama mengenai tulisan huruf ha, apakah ada titiknya (mu’jamah) atau tidak ada (muhmalah) sehingga hal ini memunculkan akar kata yang berbeda pula seperti penjelasan diatas. Namun menurut pendapat yang masyhur huruf ha tersebut tidak ada titiknya (muhmalah) bahkan sebagian ulama mengatakan pendapat ini adalah konsensus ulama, sedangkan ulama yang memiliki persepsi bahwa ha yang dipakai sebagai simbol perpindahan sanad itu bertitik (mu’jamah) adalah pendapat yang salah.
b. Ulama Yang Pertama Kali Menggunakan Simbol Ha Tahwil
Dalam penggunaan simbol, ulama hadis tidak hanya mengkhususkan penggunaan ha sebagai simbol perpindahan sanad, melainkan ada juga simbol lain yang dipakai sebagai penyederhanaan dari sebuah kalimat, misalnya simbolنا atau ثنا atau دثنا dipakai untuk menunjukkan kalimat haddatsana sedangkan untuk akhbarona memakai simbol أرنا، أنا، أبنا.[3] Menurut al-Dimyathi, Ulama yang pertama kali berbicara tentang simbol ha (sebagai tanda perpindahan sanad) adalah Ibnu Shalah seperti terlihat dalam karyanya dan pengakuannya pada awal pembahasan bahwa belum ada seorang pun dari ahli hadis yang berbicara mengenai simbol ha. Hal ini bisa dimaklumi, karena sebelumnya penulisan simbol ini tidak dikenal di kalangan ulama mutaqoddimin, ini adalah hasil ijtihad dari para ulama setelahnya.
c. Cara Membaca Ha tahwil
Ketika seorang pembaca hadis sampai pada tulisan ha apa yang harus dilakukan? Sebagian ulama mengatakan tidak perlu mengucapkan apapun tetapi langsung saja membaca kalimat selanjutnya dengan alasan huruf tersebut bukan bagian dari riwayat hadis, sebagian yang lain mengatakan ha itu sebagai simbol dari kata al-hadis maka ketika sampai pada huruf tersebut ucapkanlah kata al-hadis, hal ini sudah menjadi tradisi sebagian ulama maghribi namun sebagian yang lain mengucapkan haajiz bukan al-hadis. Sedangkan menurut pendapat Ibnu Shalah ketika pembaca sampai pada huruf ha cukup mengucapkan ha kemudian melanjutkan bacaannya, beliau berkata ini adalah pendapat yang paling hati-hati dan moderat.[4]
d. Contoh sebuah riwayat hadis yang terdapat sanad at-Tahwil, dalam kitab al-Jami’ as-Shahih Muslim, kitab al-Libas waz-Zinah :
وحدثناه قتيبة وابن رمح عن الليث بن سعد ح وحدثنا إسحاق بن إبراهيم أخبرنا الثقفى حدثنا أيوب ح وحدثنا عبد الوارث بن عبد الصمد حدثنا أبى عن جدى عن أيوب ح وحدثنا هارون بن سعيد الأيلى حدثنا ابن وهب أخبرنى أسامة بن زيد ح وحدثنى أبو بكر بن إسحاق حدثنا أبو سلمة الخزاعى أخبرنا عبد العزيز بن أخى الماجشون عن عبيد الله بن عمر كلهم عن نافع عن القاسم عن عائشة بهذا الحديث وبعضهم أتم حديثا له من بعض. وزاد فى حديث ابن أخى الماجشون قالت فأخذته فجعلته مرفقتين فكان يرتفق بهما فى البيت.
e. Kitab-kitab Yang Memuat Ha Tahwil
Sudah bukan rahasia lagi bahwa setiap muhaddis selalu berusaha untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya hadis dari siapapun dan dari manapun hadis itu berada begitu pula yang terjadi pada imam-imam hadis mereka mengerahkan segala kemampuan dan daya upayanya baik dari segi tenaga, waktu dan pikirannya untuk mengambil hadis dari para pemiliknya dan sangat dimungkinkan mereka mendapatkan hadis yang sama namun dari guru yang berbeda, nah untuk menyederhanakan penulisan riwayat mereka menggunakan metode yang bisa menyatukan berbagai riwayat tersebut dalam satu guru yang sama, metode ini mereka sebut at-tahwil kemudian dalam penulisannya (agar lebih sederhana lagi) hanya ditulis ha sebagai simbolnya. Tercatat ada beberapa kitab hadis yang menggunakannya seperti kutubussittah namun kitab yang paling banyak memuat ha at-tahwil adalah kitab Sahih Muslim. Berikut rincian jumlah ha at-tahwil yang dimuat dalam kitab-kitab diatas;
1. Bukhori sebanyak 60 buah
2. Muslim sebanyak 1306 buah
3. Abu Daud sebanyak 303 buah
4. Tirmidzi sebanyak 26 buah
5. Nasa’I sebanyak 154 buah
6. Ibnu Majah sebanyak 206 buah.
Selain Kutubusittah ada juga beberapa kitab hadis yang memuat simbol ini seperti dalam Musnad Ahmad, Sahih Ibn Huzaimah dan syi’b iman-nya al-Baihaqi.
والله أعلم الصواب
[1] Al-Sakhowi/Ibn al-Jazari, al-Ghoyah fi Syarh al-Hidayah fi Ilm al-Riwayah, (Maktabah awlad al-Syaikh li al-Turats) hal. 94
[2] Muhammad Kholaf Salamah, Lisan al-Muhadditsin, Multaqo Ahli al-Hadis juz 3 hal. 65
[3] Zainuddin Abd Rahim bin al-Husain al-Iroqi, al-Fiyah al-Iroqi fi Ulum al-Hadis, Multaqo Ahli al-Hadis juz 1 hal. 49
[4] Ibnu Katsir, al-Baits al-Hatsits fi Ikhtisor Ulum al-Hadits, http://www.alwarraq.com, juz 1 hal. 18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar